Sejarah Pengadilan Palopo
Pada akhir abad ke XV M / tahun 1013 H, agama Islam masuk ke Tanah Luwu di bawa oleh Datuk Sulaiman, seorang alim ulama berasal dari daerah Minangkabau, Sumatera Barat (wafat di Desa Pattimang, Kecamatan Malangke Barat, Kabupaten Luwu Utara). Pada masa itu, kerajaan Luwu diperintah oleh seorang raja yang bernama “Etenriawe”, namun agama Islam baru berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Patiarase (diberi gelar Sultan Abdullah) saudara kandung Patiaraja (diberi gelar somba Opu). Dalam mengembangkan misi Islam di Luwu, Datuk Sulaiman dibantu oleh dua orang ulama fiqih, yaitu Datuk Ribandang (wafat di Gowa) dan Datuk Tiro (wafat di ajang/Bulukumba).
Wilayah kerajaan Luwu dahulu meliputi daerah Pitumpanua (Wajo) hingga daerah Poso (Sulawesi Tengah), akan tetapi setelah pemerintah Hindia Belanda berkuasa di Indonesia (masuk ke Tanah Luwu tahun 1737 M) Luwu dipecah-pecah menjadi beberapa wilayah pemerintahan, yaitu Pitumpanua dilebur masuk afdeling Wajo dan Poso dibentuk menjadi afdeling Sulawesi Tengah. Sedangkan Afdeling Luwu meliputi daerah-daerah onder afdeling Belopa, Palopo, Malili, Masamba, Makale dan Kolaka.
Dalam perkembangan selanjutnya yaitu pada tahun 1999 berdasarkan UU No.13 Tahun 1999 Dati II Luwu dibagi menjadi 2 wilayah yaitu Dati II Luwu dan Kabupaten Luwu Utara, kemudian pada tahun 2003 Kabupaten Luwu Utara dimekarkan lagi sehingga terbentuk Kabupaten Luwu Timur dan Dati II Luwu (Kota administrative Palopo dimekarkan, sehingga terbentuk Kabupaten Luwu dengan ibukota Belopa). Jadi Dati II Luwu sekarang terbagi menjadi 4 (empat) wilayah kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu, dan Kota Palopo.
Peradilan agama sebagai salah satu isntitusi peradilan di Indonesia telah ada dan melembaga jauh sebelum masa kemerdekaan. Berdasar pada Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 pemerintah Indonesia menegaskan pendiriannya untuk tetap mempertahankan keberadaan peradilan agama. Sebagai pelaksanaan dari UU tersebut di atas, pada tahun 1957 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Peradilan Agama di luar Jawa dan Madura.
Sebagai tindak lanjut dari PP No.45 Tahun 1957 tersebut, maka pada tanggal 6 Maret 1958, Menteri Agama RI mengeluarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1958 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari`ah di Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian Barat. Atas dasar inilah, maka pada bulan Desember 1958 dibentuklah Pengadilan Agama Palopo yang wilayah hukumnya meliputi daerah Kabupaten Dati II Luwu dan Kabupaten Dati II Tana Toraja sampai dibentuk Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah Makale tahun 1966 melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 87 Tahun 1966 Tentang Penambahan Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah Tingkat II di daerah Sulawesi Selatan dan Maluku tertanggal 3 Desember 1966.
Seiring berjalannya waktu, terjadi proses pengalihan organisasi, administrasi dan finansial lembaga peradilan dari departemen-departemen pemerintah ke Mahkamah Agung. Diawali dengan lahirnya Ketetapan MPR Nomor X tahun 1998 yang menetapkan Kekuasaan Kehakiman bebas dan terpisah dari kekuasaan eksekutif. Ketetapan ini kemudian dilanjutkan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 untuk Selanjutnya konsep satu atap dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Realisasi dari pengalihan administrasi kekuasaan Kehakiman dari Pemerintah ke Mahkamah Agung bermula dengan diterbitkannya Keppres Nomor 21 Tahun 2004. Perubahan ini meletakkan kebijakan dalam segala urusan mengenai peradilan termasuk Pengadilan Agama Palopo, yang menyangkut teknis yudisial, organisasi, administrasi dan finansial berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
No. |
URAIAN |
Tahun |
Unduh |
1. |
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Peradilan Agama di luar Jawa dan Madura |
1957 |
|